Mencari calon pasangan hidup memang gampang-gampang
susah, gampangnya kalau dihitung dengan akal, susahnya karena soal jodoh
bukan domain akal.
Beberapa aspek yang ikut terlibat
dalam memilih calon pasangan hidup antara lain aspek emosi, intlektual dan
aspek spiritual - Itu semua setelah yang berangkutan
memiliki kesadaran kuat akan keberadaannya-. Aspek emosi
diperlukan sebagai pendorong lahirnya keinginan untuk berkeluarga, aspek intlektual
berguna dalam memberikan berbagai pertimbangan, dan aspek spiritual dapat menemukan sisi
gaib yang lebih hakiki namun tidak dapat dijangkau oleh akal.
Ketiga aspek tersebut sesuai dengan objek (calon) yang
juga memiliki beberapa dimensi, pertama dimensi
fisik dan prilaku biologis yang dapat dilihat dengan panca indra,kedua, dimensi
psikologis yang dapat diamati melalui gejala tingkah laku dengan
menggunakan pengetahuan atau intlektualitas, dan ketiga, dimensi
rohani yang hanya dapat ”diteropong” menggunakan kekuatan spiritual.
Kriteria laki-laki dan perempuan sebagai objek pilihan
yang multi dimensional itu relatif sama, yaitu kecantikan/ketampanan, harta,
kedudukan, keturunan, dan agama. Namun keempat hal tersebut memiliki
rincian, porsi dan tingkatannya sendiri-sendiri yang kemudian memerlukan
keserasian antara kedua calon yang disebut dengan ”kafa’ah”.
Kafa’ah inilah yang sebenarnya sangat menentukan kelanggengan hubungan
suami-istri, namun tidak sebatas pemahaman klasik, melainkan harus
diterjemahkan sesuai paradigma kekinian yang lebih realistis.
B. Motivasi Dan Jalan Yang Ditempuh
Motivasi utama para remaja mencari calon
pasangan hidup pada umumnya karena dorongan libido, sulit bagi nalar
mereka bagaimana tanpa dorongan seksual seseorang dapat mencari
jodoh, padahal telah banyak pasangan yang melangsungkan pernikahan
bukan karena dorongan seksual, tetapi karena kedewasaan
intlektualnya bahkan karena ketinggian spiritualitasnya, sehingga mampu
menetralisir emosinya. Ibarat orang mau makan, biasanya nafsu makan
itu menjadi pendorong awal, tetapi toh masih bisa diimbangi dengan
kesadaran ilmiyah menyangkut nutrisi yang dibutuhkan, sehingga dapat memilih
mana makanan yang sehat dan mana yang tidak.
Membangun motivasi ini bukan hal sederhana apalagi
bagi ABG. Remaja pada umumnya setelah berkenalan dengan lawan jenis, dan libido
telah mendorongnya jatuh cinta, maka semua jalan/alternatif menjadi buntu,
dunia menjadi sempit, tidak ada lagi yang namanya kedewasaan berfikir dan
kesadaran agama. Oleh karena itu peran orang tua dan pendidikan sangatlah
menentukan bagi lahirnya kedewasaan dan kesadaran tersebut, sehingga
motivasi remaja dalam memilih jodoh dapat dibangun.
Pada umumnya para remaja mendapatkan jalannya
sendiri-sendiri, ada yang karena terjadinya pertemuan
yang intens (seprofesi), ada yang secara aktif melakukan pendekatan,
ada yang melalui perantara, lewat biro jodoh, chating dan lain-lain,
bahkan ada yang mencari jodoh melalui dukun.
C. Kriteria Wanita Shalihah
“Wanita itu dikawini karena empat hal: pertama karena kecantikannya, kedua karena hartanya, ketiga karena nasabnya dan keempat karena agamanya, maka pilihlah karenaagamanya, hidupmu akan bahagia” (HR Bukhari dan Muslim)
Urutan ”cantik, harta, nasab dan agama” adalah
cara bicara Nabi SAW sesuai naluri lawan bicaranya (Al Hadis) yaitu pemuda,
sehingga cantik menjadi urutan pertama, padahal urutan dimaksud
sebenarnya dibalik, yaitu “ agama, nasab, kedudukan/harta, baru
kecantikan”. Bahkan Rasulullah SAW melarang dan mengancam laki-laki
yang memilih wanita bukan karena agama:
“Jangan kalian
mengawini wanita karena kecantikannya, bisa jadi kecantikannya akan membuatnya
sombong. Dan jangan pula karena hartanya, bisa jadi kekayaannya membuat dia
melawan, tetapi kawinilah wanita karena agamanya. Sesungguhnya hamba sahaya
yang hitam lagi pesek namun beragama itu lebih baik.”(HR Ibnu Majah)
Agama yang dimaksud bukan hanya ilmu agama
(knowledge) tapi “dzaatuddin”, memiliki kesadaran agama. Pilihan
agama berada pada peringkat tertinggi karena pertama;meyakini bahwa
perjodohan yang ia alami adalah pilihan Tuhan yag terbaik, sehingga akan
berusaha menjaganya, menyelesaikan semua masalah melalui ajaran agama, dan
dapat menerima kenyataan hidup dalam rumah tangga dengan modal keyakinan
terhadap janji Tuhan sehingga konsekwensinya harus kuat bertawakkal. Kedua;
taat kepada suaminya selama pasangannya itu tidak maksiat kepada Allah, ; ketiga; menjaga
diri dan harta suaminya, dengan menahan diri belanja sesuatu yang
tidak prioritas dan kurang bermanfaat bagi keluarganya.Keempat; berusaha
memberikan kasih sayang kepada suami dengan mensyukuri dan merispon positif,
apapun yang diberikan kepadanya (mawaddah).
Mencari gadis yang memiliki keempat potensi tersebut
bukan hal mudah, sehingga disamping mengenal betul kehidupan keluarganya, juga
tidak dapat mengabaikan pendekatan spiritual.
Rahasia perumpamaan ladang bagi
wanita (Al Baqarah: 223) antara lain bahwa ladang lebih menentukan
unggulnya bibit yang akan dilahirkan, daripada benihnya.
Betapapun unggul benih, jika lahannya gersang, maka disamping akan
banyak memakan biaya dan tenaga, juga tidak mampu menjamin keunggulan
bibit yang akan terlahir.
Wanita beragama mampu menggunakan sifat-sifat keibuannya
hanya untuk membimbing anak-anaknya. Sifat keibuan wanita ini
didukung oleh dua hal, pertama; wanita itu
memiliki rasa cinta lebih besar yang karenanya
besar pula pengorbanan demi anak-anaknya,kedua; memiliki kelembutan
rasa yang karenanya anak-anak lebih dekat dan
dalam kehangatan dekapannya (Quraish Shihab). Dua sifat menonjol itu tidak
dapat diganti oleh siapapun dan sangat diperlukan bagi pertumbuhan anak. Tetapi
jika dua sifat itu tidak untuk anak-anaknya (keluar dari fitrah), maka
efek negatifnya justru akan lebih besar. Seperti rasa cinta wanita
terhadap harta, memiliki resistensi tinggi dalam persaingan
hidup, atau jikakelembutan rasa yang dimiliki ibu
(cerewet) itu untuk suami, maka akan sangat negatif. Ibu cerewet terhadap
anak-anaknya sangat positif (Ayah Edi), sedang cerewet terhadap
suami menjadi sebaliknya.
Adapun memilih wanita karena keturunan yang baik,
keuntungannya antara lain,pertama; ia memiiki genetika yang
sangat potensial untuk dibentuk menjadi manusia yang baik,kedua; memiliki
sifat-sifat yang telah dibentuk oleh lingkungannya, ketiga; mendapatkan
do’a dari nenek moyangnya yang memungkinkan hati menjadi lunak untuk
mendapat bimbingan agama dan kebanaran.
Memilih wanita karena kedudukan
atau kekayaan pada umumnya, Pertama, kedudukan dan kekayaan (yang
wajar) itu berkaitan dengan kecerdasan, pengetahuan dan ketrampilan, Kedua,
Kedudukan juga berkitan dengan etika, menjaga adat istiadat dan tata pergaulan
alias berbudaya.
Sedang memilih wanita karena kecantikannya
tidak ada kelebihan kecuali kecantikan itu sendiri.
D. Kriteria Laki-laki yang
Bertanggung Jawab
Pada dasarnya kriteria pertama laki-laki
yang baik adalah sama dengan kriteria wanita yaitu agama, keturunan,
kedudukan dan ketampanan. Hanya saja agama bagi laki- laki, adalah :
a. Untuk
menjaga benih dalam dirinya, tidak dicemari dengan maksiyat-maksiyat.
b. Membuatnya
(secara agama) mampu memilih ladang dan mengolahnya dengan baik, atau memilih
dan membimbing istrinya kelak.
Kriteria kedua bagi laki-laki
adalah memiliki “Qawwam” kemandirian atau tanggung jawab yang didukung oleh
dua hal. Pertama; punya kelebihan diantara laki-laki lain
dalam hal tertentu, yang secara subjektif-eksklusif menjadi
magnit yang mengikat pasangannya. Kedua;punya harta yang
dibelanjakan untuk keluarganya (An Nisa’: 34)
Adapun nasab itu penting bagi laki-laki,
karena posisinya sebagai pembawa bibit, sehingga laki-laki sebagai
petani yang memilih ladang subur, mengolah sekaligus membawa dan
menjaga bibit yang dimiliki.
Wali perempuan harus mengetahui agama dan tanggung jawab calon menantunya,karena sadar bahwa kepadanyalah ladang buah hatinya itu akan diserahkan. (Al Baqarah 223)
Disamping sebagi petani, laki-laki juga dituntut untuk hanya cenderung kepada istrinya bukan menuruti keinginannya kepada wanita lain atau punya kecenderungan seks menyimpang.(QS. Ar Rum:
21)
Dengan ini maka remaja perlu mengetahui bahwa kriteria calon istri maupun suamimemiliki keterpaduan yang serasi sebagai berikut:
Laki-laki
|
Wanita
|
a. Agama
b. Sifat
Kebapakan
c. Punya
Kelebihan
d. Mampu
beri nafkah
e. Hanya
Cenderung Pada
Istri
(Rahmah)
|
a. Agama
b. Sifat keibuan
c. Taat
d. Mampu menjaga
e. Memberi respon positif (sehingga
Suami hanya cenderung padanya)
(Mawaddah)
|
E. Konsep Kafa’ah
Secara bahasa kafa’ah adalah
setara, seimbang atau cocok. Dalam istilah fiqihKafa’ah adalah
kecocokan pasangan ditinjau dari segi agama dan status sosial. Tolok ukur
kafa’ah pada zaman nabi SAW, disamping agama, lebih tertuju pada status sosial,
seperti laki-laki merdeka dengan perempuan merdeka, budak
dengan budak, bangsawan dengan bangsawan, rakyat jelata dengan yang
sederajat, dan seterusnya.
Ada tiga hal
yang menjadi standar kafa’ah dalam ajaran Islam, pertama, sama-sama
tidak musyrik dan bukan pezina; kedua, kesetaraan dalam
kriteria laki-laki dan wanita sebagaimana penjelasan di atas; ketiga, kesetaraan
”harga diri”
Menurut pandangan Abu
Hanifah, menikah itu adalah jual beli (Bidayatul Mujtahid)yaitu menukar
sesuatu dengan harga (nilai) yang seimbang, yang jika diungkapkan dengan
kata-kata menjadi “Saya membeli harga diri kamu dengan harga diri saya” artinya
apa yang diterima dan yang diberikan oleh laki-laki memiliki bobot nilai yang
sepadan dengan apa yang diterima dan yang diberikan oleh
perempuan.
Kafa’ah yang diajarkan agama akan menjamin lestarinya hubungan suami-istrisehingga kafa’ah ini disamping bermanfaat untuk menyempurnakan separuh agamanya ataumenyempurnakan akhlaq, juga bagi pemenuhan kebutuhan hidup baik biologis, psikologismaupun social, sehinggamanfaat tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1. Jika kecocokan tersebut dalam
berpegang pada ajaran agama, maka:
a. Akan meningkatkan kesabaran dan
menghilangkan sifat egois masing-masing serta meningkatkan sifat kasih sayang,
saling menghargai, saling mengingatkan/ menasehati dan
tolong-menolong.
b. Semua masalah keluarga yang muncul akan
cepat teratasi, karena sama-sama sepakat meninjau masalah tersebut berdasarkan
agama, serta dapat mengatasi semua kesenjangan antara keduanya,
seperti perbedaan status social, back ground masing-masing, perbedaan tingkat
pendidikan dan budaya.
c. Meningkatkan tawakkal dan harapan kepada
Allah SWT. Karena dalam hubungan suamiistri ternyata banyak keinginan masing-masing yang tidak dapat dipenuhi olehpasangannya, dan manusia tidak tahu dengan rencana Tuhan terhadapnya.
2. Jika kecocokan tersebut dalam status sosial, maka hal ini akan dapat mengurangi konflikyang melibatkan keluarga masing-masing, terutama tidak adanya fihak yang merasagengsinya turun akibat pernikahan mereka.
3. Jika kecocokan
tersebut pada tingkat pendidikan akan melahirkan saling pengertian, karena
masing-masing dapat memahami urusan dan keputusan yang diambil oleh
pasangannya.
4. Jika kecocokan
tersebut dalam hasrat seksualnya, maka akan saling menjaga mood pasangannya sehingga menghindari
terjadinya penyelewengan. Dan tentu masih banyak manfaat lain yang tidak
mungkin dapat dituangkan dalam makalah ini.
0 komentar:
Posting Komentar