Tak seperti anak biasanya yang
bisa bermain dan berlari kesana kemari, aku hanya bisa duduk dikursi roda.Kehidupanku yang
kian memburuk membuatku semakin lemah mental.
“Selamat pagi, Dinda”, itu
kata-kata yang selalu ayah ucapkan diwaktu pagi.
“Iya, yah” sahutku cuek.
“Ayo cepat dimakan roti dan
susunya supaya kamu gak telat sekolahnya”
Setiap hari, aku berangkat
sekolah selalu diantar ayah karna tempat kantornya dekat dengan sekolahku juga.
***
Bel sekolah pun berbunyi, aku
dan sahabatku pergi meninggalkan kantin yang ramai penduduknyaitu ke kelas.
Dan guruku yang cerewet membawa seorang
murid laki-laki tampan yang belum tahu siapa namanya.
“Anak-anak, ini teman baru kalian,
tolong perkenalkan namamu” kata Pak Dino.
“Nama saya Brandon Priasta, saya
pindahan dari SMA Nusantara Jakarta, dan..”
“Brandon, duduk disamping aku
aja” Nadya langsung memotong kata murid baru itu.
“Oh nggak usah, aku boleh duduk
disini (di bangku sebelahku)” sahut Brandon
“Boleh kok”
Memang temanku yang satu ini sok
cantik, centil, cerewet dan banyak lainnya deh. Pantas saja dia belum memiliki
pujaan hati. Brandon yang sudah duduk disampingku menanyakan banyak hal
tentangku dan yang lainnya
“Namamu siapa ?” tanya Brandon
“Aku Dinda, ngomong-ngomong
kenapa kamu pindah sekolah ?”
“Aku nggak suka aja sama temen
yang suka menghina orang lain, padahal dia nggak sadar apa yang dia katakan
lebih buruk dariku” jawab Brandon.
“Oh, sama. dulu waktu aku SMP
juga gitu, disabarin aja lah.” sahutku.
***
Malam itu, ayah menelpon mama. Ayah
menyuruh mama untuk tidak lagi bertemu denganku.
“Ayah, kenapa sih mama nggak
boleh ketemu aku?!(nada marah). Jawab yah !”
“Mama kamu selingkuh, dia main cowok
lain sampai dia hamil. Ibu macam itu.”jawab Ayah.
“Biarpun mama kayak gitu, tetap
aja dia ibuku yah yang melahirkan aku. Ayah egois!”
“Maksut ayah bukan gitu Dinda..”
(Dinda pergi meninggalkan tempat
kerja Ayah)
***
Setiap pagi sebelum sekolah,
seperti biasa aku duduk di kursi rodaku di meja makan dengan menu yang sama
yaitu susu dan roti dan suasana hening dirumah.
“Selamat pagi, Dinda.” ucap Ayah.
“Iya.” (jawabku dengan nada malas
dan meninggalkan ayah dengan kursi rodaku pergi ke sekolah )
“Dinda, mau kemana kamu?” tanya
ayah
(hanya diam)
***
Sambil menunggu bel masuk
sekolah. Brandon, dan sahabat-sahabatku yang duduk disampingku melihat raut
mukaku yang cemberut dengan wajah yang heran.
“Kamu kenapa pagi ini, kok gak
gitu wajahya ?” tanya Brandon
“Iya kamu kenapa, Din?”
“Gak kenapa-napa kok.”
“Nanti pulang sekolah mau gak
nemenin aku ke toko buku ?” tanya Brandon.
“Ciye-ciye..” sahut Nia
“Apaan sih. Boleh juga, aku juga
males di rumah sendirian. Tapi kamu repot gak kalo aku pake kursi roda gini ?”
“Ya enggak lah tenang aja.”
***
Aku yang menunggu Brandon
mengambil mobilnya diparkiran, menelpon Mama yang sangat aku rindukan wajahnya,
sudah dua tahun aku tidak bertemu dengannya.
“Halo, ma ?”
“Iya sayang, kamu baik baik aja
kan?” tanya mama (dengan nada menangis)
“Aku baik- baik aja kok, Mama
juga baik-baik aja kan?”
“Iya, mama juga baik. Kamu sudah
pulang sekolah ?” tanya Mama
“Iya, ini mau keluar sama temen
ke toko buku.”
“Hati-hati sayang, jaga diri
baik-baik.”
“Iya, pasti kok. Aku kangen
Mama...”
“Mama juga kangen kamu, Dinda. Nanti
telfonnya dilanjutin lagi ya, Mama ada keperluan penting.”
Brandon yang datang dengan mobil
kerennya, berhenti di depanku dan keluar untuk menolongku masuk mobilnya.
“Ayo, aku tolongin masuk.”
“Iya. Makasih.”
“Tadi kamu nelfon siapa ?” tanya
Brandon
“Mama ku, aku kangen banget sama
dia, udah dua tahun gak ketemu.”
“Emangnya kenapa, kok bisa gak
ketemuan sampe dua tahun?”
“Ayah sama mamaku udah cerai,
ayah gak ngebolehin aku ketemu sama mama.”
“Maaf ya, aku ngungkit masalah
keluargamu?”
Sesampai di toko buku, Brandon
mengambil kursi rodaku dikursi belakang dan menolongku keluar dari mobilnya.
“Kamu mau cari buku apa ?”
tanyaku.
“Aku mau cari buku tentang
biografi Chairul Tanjung”
“Oh, coba cari disitu, mungkin
ada.”
“Iya nih, udah ketemu. Ngomong-ngomong
kamu mau kemana lagi habis ini?” tanyanya.
“Gak tau, terserah kamu. Aku masih
males pulang.”
***
Brandon membawaku jalan – jalan
keliling kota Bandung. Sore itu, Brandon berhenti di salah satu warung yang
menjual jagung bakar dipinggir jalan.
“Makan dulu yuk, isi perut biar
gak sakit.” kata Brandon.
“Boleh..”
Walaupun hanya jagung bakar, tapi
lumayan bisa ngisi perutku yang kelaparan.
“Ayo ikut aku !” sambil mendorong
kursi rodaku
“Mau kemana?” tanyaku
“Udahlah, diem aja.”
Ternyata Brandon membawaku ke
taman didekat warung tersebut dan duduk di kursi taman itu.
“Din, aku mau ngomong sama kamu.”
“Ngomong aja.” kataku.
“Kamu itu anaknya baik, cantik,
ramah. Sekarang aku bingung sama perasaaanku, mungkin waktu pertama kali aku
masuk kekelas cuma biasa aja sama kamu. Tapi, rasa sayang aku sama kamu sebahai
tiba- tiba berubah. Aku bingung gimana nyatainnya.” (dengan nada gugup)
“Terus ?” tanyaku.
“Kamu mau nggak jadi pacarku?”
“Jangan bercanda, Brandon.” jawabku
(tidak yakin)
“Aku kalo masalah gini gak pernah
bercanda, aku serius!”
“Iya, aku mau.”
Tiba – tiba Brandon memelukku dan
berbisik kepadaku “Aku sayang kamu...”. Dan Brandon mengantarkanku pulang .
***
Sahabat-
sahabat ku yang ramai sendiri ketika aku memasuki kelas dan mereka menggodaku .
“Ciye..
yang baru jadian!”
“Hmmm..(aku
hanya tersenyum)”
Tiba
– tiba kepalaku sakit dan tak pernah aku sesakit ini.
“Aduh..(sambil
memegang kepala)”
“Kamu
kenapa, Din?” tanya Jihan.
“Enggak
tau nih, kepalaku sakit banget!”
“Yaudah,
kita bawa Dinda kerumah sakit aja!”
Tanpa
sepengetahuan Brandon, aku dibawa ke rumah sakit dengan mobil Nia. Dan tiba-tiba
Brandon menelponku.
“Brandon,
cepet kerumah sakit, Dinda kepalanya tiba – tiba sakit.”Rachma yang mengangkat
telponnya.
“Iya,
iya. Aku cepet kesana.”
***
Sudah
dua hari aku dirumah sakit. Dokter memberitahuku bahwa aku mengalami kanker
darah stadium 3. Aku nggak tahu kapan penyakit itu datang. Brandon yang selalu
menemaniku setiap malam hingga pagi agar aku tidak kesepian, karna ayah sibuk mencari
obat alternatif ke berbagai tempat.
“Aku
tinggal dulu ya, mau sekolah dulu, nanti pulang sekolah aku pasti kesini lagi
kok.”kata Brandon.
“Iya,
hati – hati ya.”
***
Hari
demi hari penyakitku bertambah parah, aku tak sanggup lagi untuk bertahan
dengan penyakit yang kualami. Sampai aku tak mengembuska nafas terakhirku
dirumah sakit. Brandon dan sahabat-sahabatku di telfon ayah untuk segera ke
rumah sakit.
“Om,
gimana keadaan Dinda?” tanya Brandon.
Ayah
hanya menangis dan menunjukkan bahwa aku ada didalam ruangan dan ditutupi kain
berwarna putih. Betapa sedihnya Brandon melihat keadaan seperti ini.
Written by : Istiqomah Nur F
Written by : Istiqomah Nur F
0 komentar:
Posting Komentar